SAMPIT – Sepuluh jam menunggu rujukan hingga pasien meregang nyawa. Ini bukan sekadar kelambanan, ini adalah kelalaian yang mematikan. RSUD dr. Murjani Sampit harus sadar: rumah sakit bukan hanya gedung megah dan alat canggih. Setiap detik di sana bisa menjadi batas antara hidup dan mati.
Pengamat sekaligus penulis, Evigh Santoso, angkat bicara keras soal tragedi yang mencoreng wajah pelayanan kesehatan di Kotawaringin Timur ini. Baginya, jika pola kelalaian ini terus berulang tanpa ada perbaikan, itu bukan lagi kesalahan biasa melainkan penyakit sistemik yang dibiarkan tumbuh.
“Setiap nyawa yang hilang karena kelambanan bukan sekadar statistik, itu luka bagi keluarga dan cermin buruk bagi tata kelola rumah sakit,” kata Evigh pada Minggu 27 Juli 2025.
Dirinya mengatakan jika sudah tahu ada masalah sistemik, mengapa tidak ada reformasi menyeluruh. Sampai kapan masyarakat harus menanggung resiko akibat kelambanan yang sama, dari institusi yang dibiayai uang rakyat.
“Sudah saatnya audit menyeluruh dilakukan, tidak hanya pada pelayanan, tapi juga pada mentalitas orang-orang di dalamnya,” tegasnya.
Ia menyebut ini bukan kasus pertama, dan sayangnya mungkin bukan yang terakhir jika budaya abai tetap dibiarkan hidup. Harus ada pertanggungjawaban dari direktur, manajemen, hingga petugas IGD. Evaluasi total, audit menyeluruh dan jika perlu, rotasi orang-orang yang terlalu nyaman duduk di atas nyawa orang lain.
“Pelayanan kesehatan yang lambat bukan hanya cacat sistem, itu adalah bentuk kekerasan yang dilegalkan oleh diamnya pengawasan,” pungkasnya.
(Utomo)